Setelah penantian panjang, akhirnya prosesor
terbaru dari AMD ini pun diluncurkan. Bagaimana kinerjanya? Mampukah produk ini
bersaing dengan jajaran prosesor Intel saat ini? AMD bisa dibilang belum memiliki desain prosesor yang
benar-benar baru. Desain arsitektur K8 atau mungkin lebih dikenal dengan Athlon64
sudah beberapa kali mengalami modifikasi dan optimalisasi.
Siklus ini berjalan cukup
lama karena Phenom II yang dibangun berdasarkan generasi K10.5, nyatanya hanya merupakan
hasil “modernisasi” arsitektur K8. Beruntung, pada akhirnya AMD memutuskan untuk
meninggalkan rancangan tersebut dan beralih ke arsitektur mikroprosesor baru. Dengan
diluncurkannya arsitektur baru ini terutama untuk pasar desktop, AMD ingin
meningkatkan kinerja prosesornya terutama sejak Intel hadir dengan prosesor
berbasis Sandy Bridge. Adalah Bulldozer, yang
disebut-sebut sebagai senjata AMD untuk menghadapi Intel (dengan keunggulan di segmen
multi-threading serta multi-core).
Rancangan
AMD pada Bulldozer terbilang unik karena alih-alih menyebutnya inti atau core,
AMD menyebutnya modul. Sebuah modul Bulldozer terdiri dari dua buah unit integer
dan sebuah unit FPU atau Floating Point yang dipakai bersama.
Selain itu, pada Bulldozer, L2 cache serta unit fetch/decode juga
dibagi di antara dua unit integer tersebut. Jadi, sebuah prosesor 8-core
berbasiskan Bulldozer berisikan empat buah modul tersebut. Namun, sistem
operasi atau aplikasi akan “melihat”
jumlah unit integer yang ada pada Bulldozer sebagai core.
Sekilas
model ini mirip dengan metode Hyper-Threading milik Intel. Namun AMD mengatakan
bahwa Bulldozer memiliki unit interger dan scheduler mandiri pada
setiap thread. Ini membuat kinerja sebuah modul Bulldozer mampu mencapai
level 80% dari dua buah core tunggal standar dalam konfigurasi dual-core.
Sementara pada metode Hyper-Threading, dua thread harus berbagi
sumber daya yang sama pada satu buah core.
Ketika
AMD meluncurkan Phenom II X6, AMD melengkapi prosesor tersebut dengan feature
baru yakni Turbo Core. Turbo Core pada Bulldozer mampu
bekerja lebih optimal ketimbang pada Phenom II.
Ada tiga kondisi (state)
untuk menentukan kecepatan prosesor menggunakan Turbo Core: CPU Base
(kecepatan standar CPU), CPU Turbo Core (peningkatan kecepatan CPU di
semua core), dan CPU Max Turbo (peningkatan kecepatan maksimal
dengan kondisi setengah jumlah core berada dalam posisi idle).
Inkarnasi
arsitektur Bulldozer untuk desktop dapat kita temui dalam jajaran
prosesor AMD FX yang memiliki konfigurasi 4, 6, dan 8 core.
Kali ini
kami berkesempatan untuk menjajal kemampuan prosesor AMD FX-8150 yang berinti
delapan dan memiliki nama kode Zambezi. Tipe
ini merupakan varian tertinggi prosesor terbaru AMD untuk saat ini. FX-8150
memiliki kecepatan 3,6 GHz yang bisa ditingkatkan menjadi 3,9 GHz pada kondisi
turbo (semua core aktif), serta memiliki kecepatan Max Turbo 4,2 GHz.
Selain
itu, Zambezi mendukung secara resmi penggunaan
memori dualchannel DDR3-1866. Memori ini pada generasi sebelumnya hanya
memiliki kecepatan DDR3-1333. Kecepatan HyperTransport link pun ditingkatkan
dari 2 GHz (4 GT/s) menjadi 2,6 GHz (5,2 GT/s). Menariknya, bagi penggemar overclocking,
semua prosesor AMD FX memiliki multiplier yang tidak dikunci. Ini akan memudahkan
para overclocker yang ingin menggenjot performa prosesornya lebih tinggi
dari spesifikasi standar.
![]() |
Plus
: Kinerja multi-thread tinggi, harga kompetitif untuk 8-core,
Overclocking mudah denganmultiplier yang tidak dikunci.
Minus : Kinerja single-thread
rendah, daya boros.
|
Prosesor dengan arsitektur Bulldozer ini
memang ditunggu-tunggu. Tapi tampaknya AMD masih harus mengakui keunggulan Sandy
Bridge Intel. FX-8150 memang terlihat mampu mengimbangi Core i7 2600K, namun
secara keseluruhan saat ini kinerja Core i7 2600K masih lebih baik dengan hasil
merata di semua jenis pengujian.
lebih lengkap kunjungi : sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar